Minggu, 20 Desember 2009

Eropa Makin Keras terhadap Israel

KOMPAS.com - Eropa, khususnya Inggris, yang selama ini memiliki citra buruk di dunia Arab karena dianggap berandil besar bagi berdirinya negara Israel pada tahun 1948, rupanya tidak selamanya sinkron menyangkut hubungannya dengan Israel.

Invasi Israel ke Jalur Gaza selama 22 hari (27 Desember 2008-18 Januari 2009) menjadi titik balik hubungan Eropa-Israel ke arah lebih buruk. Berita buruk tentang Israel dalam beberapa bulan terakhir ini selalu datang dari Eropa. Tak pelak, Israel pun dibuat gerah.

Sebuah pengadilan di Inggris hari Senin (14/12) mengeluarkan surat penangkapan untuk mantan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni dengan dakwaan kejahatan perang.

Livni menjabat menteri luar negeri saat invasi Israel ke Jalur Gaza yang menyebabkan sekitar 1.400 warga Palestina tewas, yang sebagian besar adalah warga sipil, dan sekitar 5.000 orang luka-luka. Livni kini menjadi Ketua Partai Kadima yang beroposisi di Israel.

Surat penangkapan itu memang kemudian dicabut setelah pengadilan menyadari bahwa Livni, yang semula dijadwalkan berpidato dalam satu pertemuan di London akhir pekan lalu, tidak berada di Inggris.

Meski surat penangkapan tersebut dicabut, kasus Livni itu merupakan sebuah sinyal bahwa para pejabat Israel yang bertanggung jawab atas invasi ke Jalur Gaza tersebut tidak aman di Eropa.

Pada September lalu beberapa kelompok pro-Palestina juga membujuk sebuah pengadilan di London agar mengeluarkan surat penangkapan bagi Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak yang juga mereka tuduh melakukan kejahatan perang. Namun, upaya kelompok pro-Palestina itu mengalami kegagalan.

Pengadilan tersebut berdalih, Barak yang menghadiri konferensi tahunan Partai Buruh dan bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown memiliki kekebalan diplomatik.

Peristiwa penting lagi yang membuat gusar Israel adalah hasil sidang Uni Eropa tingkat menteri luar negeri pada 7 Desember lalu di Brussels, Belgia. Sidang tersebut menegaskan bahwa Jerusalem adalah ibu kota bersama dua negara, Israel dan Palestina, kelak.

Sikap Uni Eropa tentang Jerusalem itu mulai diketahui sejak bulan Maret. Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad saat itu mengungkapkan adanya kertas kerja Uni Eropa tentang konflik Israel-Palestina menyangkut permukiman Yahudi dan status kota Jerusalem.

Dalam kertas kerja itu termaktub usulan Swedia yang kini menjabat ketua bergilir Uni Eropa agar ditegaskan bahwa Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina kelak.

Namun, Israel marah besar setelah mengetahui sikap Uni Eropa yang digalang Swedia tentang status kota Jerusalem Timur itu. Israel melakukan lobi luar biasa membujuk Uni Eropa agar mengubah sikapnya. Akhirnya Uni Eropa bersedia mengambil jalan tengah dengan menegaskan kota Jerusalem sebagai ibu kota dua negara, Israel dan Palestina.

Selain itu, berita buruk lain tentang Israel dari Eropa adalah Otoritas Palestina memuji keputusan Kementerian Lingkungan Hidup Inggris terakhir ini yang melarang komoditas produk wilayah permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur diekspor ke Inggris.

Pemerintah Inggris menganggap komoditas produk permukiman Yahudi adalah ilegal karena diproduksi di wilayah yang ilegal.

Menurut Fayyad, sikap Inggris itu bertitik tolak dari sikap masyarakat internasional yang semakin kuat menolak pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan kota Jerusalem Timur.

Ia menyerukan agar masyarakat internasional mengikuti jejak langkah Inggris untuk memboikot barang-barang produk wilayah permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur karena permukiman itu ilegal dan produknya juga ilegal.

Peristiwa terkenal

Peristiwa terkenal lainnya adalah hasil sidang khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada pertengahan Oktober lalu di Geneva, Swiss, yang menyetujui laporan tim pimpinan jaksa internasional asal Afrika Selatan, Richard Goldstone, yang menuduh Israel melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza. Lolosnya laporan Goldstone itu berkat dukungan sejumlah negara Eropa atas laporan tersebut.

Berita buruk lainnya dari Eropa adalah investigasi yang dilakukan wartawan lepas Swedia, Donald Bostrom, yang dipublikasikan salah satu koran terbesar di Swedia, Aftonbladet, pada pertengahan Agustus lalu.

Koran tersebut mengungkapkan adanya aksi pembunuhan oleh tentara Israel atas warga Palestina, kemudian menjual organ tubuh mayat warga Palestina tersebut. Organ tubuh mayat warga Palestina itu dijual seharga 100.000 dollar AS di pasar Israel dan dijual seharga 160.000 dollar AS di pasar AS.

Koran Swedia itu memperlihatkan mayat pemuda Palestina bernama Bilal Ghanem yang tampak ada jahitan di sebagian besar tubuhnya setelah tubuh itu disayat-sayat. Kasus tersebut sempat membuat buruk hubungan Swedia-Israel.

Menurut PM Fayyad, sikap positif Eropa itu membuka jalan bagi Uni Eropa untuk memainkan peran penting dan efektif dalam proses politik di Timur Tengah.

Uni Eropa dalam memainkan perannya, lanjut Fayyad, bisa bekerja sama dengan mitra internasional lain, seperti kuartet perdamaian (AS, Rusia, Uni Eropa, dan PBB), khususnya AS, untuk bisa mencapai tujuannya, yaitu mengakhiri pendudukan Israel atas tanah pada tahun 1967.

”Sikap Eropa itu bisa menjadi pintu pembuka jalan bagi masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawab langsung mengakhiri pendudukan Israel atas tanah tahun 1967, termasuk Jerusalem Timur, serta rakyat Palestina bisa menentukan nasibnya sendiri dan mendirikan negara Palestina dengan ibu kota Jerusalem Timur,” kata Fayyad kepada harian Asharq Al Awsat. (MTH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar